Jumat, 10 Desember 2010

PERAN INTELEKTUAL MUSLIMAH DALAM MENYELAMATKAN GENERASI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI MANDIRI, KUAT DAN TERDEPAN

Oleh: Muriani Emelda Isharyani, ST, MT

Pendahuluan
Kaum intelektual muslimah adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan, baik itu pendidikan yang dimulai dari kandungan sampai dengan pendidikan di perguruan tinggi. Peran kaum intelektual muslimah sangat strategis dalam menentukan nasib bangsa. Merekalah yang mencanangkan tonggak sejarah kehidupan suatu bangsa, merekalah yang mewarnai dan menentukan profil suatu bangsa, sehingga bangsa yang berkepribadian mulia pasti lahir dari komunitas intelektual yang mulia pula.

Untuk mewujudkan bangsa yang berkepribadian mulia, maka para intelektual muslimah mengemban amanah untuk turut serta menyelesaikan problematika masyarakat atau umat, baik dalam posisinya di sektor domestik maupun dalam posisinya di sektor publik. Dalam sektor domestik, intelektual muslimah memiliki kewajiban sebagai seorang ibu yang mengandung dan mendidik anak. Sedangkan dalam sektor publik, seorang intelektual muslimah juga memiliki kewajiban yang tidak mungkin dilakukan di dalam rumah, seperti menuntut ilmu dan dakwah. Juga kegiatan-kegiatan lainnya dalam sektor publik yang memberikan para intelektual muslimah peran penting dalam masyarakat, seperti aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan eksis di dalam perdagangan atau mencari nafkah. Namun, para intelektual muslimah yang seharusnya mengemban amanah menyelesaikan problematika masyarakat atau umat, mulai dibelokkan dari tujuan mulia ini dengan menggiring aktivitasnya untuk kepentingan yang sifatnya personal atau golongan tertentu, yang ujung-ujungnya untuk kemakmuran pribadi. Dampak semua ini adalah sebuah ironi bahwa lahirnya para intelektual muslimah ternyata justru meningkatkan kuantitas dan juga kualitas problematika umat. Gejala pergeseran orientasi peran strategis para intelektual muslimah terhadap keberlangsungan kehidupan dunia ini ternyata tidak hanya terjadi dalam lingkup Samarinda atau Kalimantan Timur ataupun Indonesia, melainkan sudah mendunia. Hal ini dapat kita lihat dari salah satu hasilnya yang berupa makin rusaknya kualitas generasi muda yang terbentuk pada masa sekarang ini, yang dalam makalah ini dibatasi pada ruang lingkup Kalimantan timur dan Indonesia.

Potret Buram Generasi Masa Kini
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia memiliki generasi muda dengan keadaan yang memprihatinkan. Selain terbelit dengan masalah kemiskinan dan putus sekolah, banyak yang terjerat narkoba, perilaku seks bebas hingga terjangkit HIV/AIDS ataupun terlibat dalam kegiatan kriminal lainnya. Padahal sebagian besar generasi muda Indonesia yang bermasalah ini adalah kalangan terpelajar yang telah menempuh pendidikan sedikitnya sampai sekolah menengah. Masalah kemiskinan dalam masyarakat salah satunya terjadi karena sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga memiliki gelar akademik pun tidak menjamin akan mendapat pekerjaan yang layak. Data dari Dirjen Dikti bahkan menyebut angka pengangguran sarjana menunjukkan kecenderungan yang terus naik hingga pada tahun 2008 angka pengangguran di Indonesia sudah mencapai 1,2 juta orang (Kaltim Post, Rabu 11 Maret 2009). Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim hingga Februari 2010 menyebutkan terdapat 10,45% dari jumlah penduduk, belum memiliki pekerjaan. Sementara, jika dilihat dari kelas pendidikan, masih banyak berstandar sekolah dasar yang mencapai 519.642 orang dari total 3,2 juta jiwa penduduk Kaltim. Sedangkan pekerja dengan tingkat pendidikan hingga perguruan tinggi hanya 5,66% (Kaltim Post, Selasa 11 Mei 2010)

Kemiskinan dapat menyebabkan terjebaknya generasi muda pada narkoba sebagai pelarian dari permasalahan hidup yang mereka hadapi. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere mengungkapkan jumlah pecandu narkoba pada survery BNN pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 3,3 juta orang atau 1,99 persen penduduk Indonesia yang terdiri dari dua golongan, yaitu 1,3 juta pelajar atau mahasiswa dan sisanya 2 juta orang bukan pelajar dan mahasiswa (Berita Suara Media, 26 Juni 2010). Bahkan menurut hasil survei oleh BNK Makasar yang menyatakan 75 siswa SD adalah pengguna narkoba (Sabtu, 16 Januari 2010, http://masagemilang.blogspot.com/2010/01/narkoba-menjajah-generasi-muda.html).

Rusaknya generasi ini bertambah lagi dengan adanya budaya permisif yang kemudian menumbuh-suburkan pornografi-pornoaksi yang memicu adanya seks bebas. Sebagaimana data Depkes pada 2002-2003 yang mengungkapkan 60 persen remaja mengaku telah mempraktikkan seks pra nikah (Kaltim Post, 13 April 2010). Hasil yang cukup mengejutkan juga didapat dari hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim terhadap remaja usia 12-21 tahun di Samarinda, Balikpapan, dan Paser, dimana pada tahun 2002 di Balikpapan sekitar 60 dari 300 remaja (20%) dan pada tahun 2009 di Kabupaten Paser sekitar 5% pelajar SMP dan SMA mengaku pernah berhubungan seksual (Kaltim Post, 9 Juni 2010). Juga diketahui dari hasil survei yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kaltim bahwa pada tahun 2009, dari 400 remaja usia sekolah hingga kuliah di Samarinda, 25% sudah pernah berhubungan seksual (Kaltim Post, 2 Desember 2010).

Seks bebas kemudian menyebabkan banyak kasus hamil tak diinginkan. Akibatnya, banyak remaja putri yang melakukan aborsi (2,3 juta kasus per tahun). Seks bebas juga menimbulkan semakin bertambahnya jumlah penderita HIV di Indonesia yang menjadikan laju pertumbuhan penderita kasus HIV/AIDS di Indonesia sebagai yang tercepat di Asia. Dalam setahun diperkirakan terjadi satu juta kasus baru HIV di Indonesia. Tragisnya, 92% diantaranya adalah usia produktif, termasuk anak-anak dan remaja. Sampai bulan September 2009, Kementerian Kesehatan telah melaporkan jumlah penderita AIDS pada anak dibawah 15 tahun telah mencapai 464 anak (Kalimantan-news, 1 Desember 2010, 07:36:04 WIB).

Pergeseran Peran Intelektual Muslimah
Semua masalah yang menimpa generasi muda tersebut baru sebagian kecil dari permasalahan yang menimpa bangsa dan negara ini. Dan permasalahan serupa juga dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Kenapa hal ini bisa terjadi serempak di seluruh dunia dan di seluruh lini kehidupan?

Jawabnya adalah sistem kehidupanlah yang menjadi faktor kuncinya. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di seluruh dunia bersumber dari sekulerisme, yang telah memposisikan agama sebagai suatu ajaran yang harus dijauhkan/dikeluarkan dari siklus kehidupan manusia, menjadikan kebebasan meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan jasadiah menjadi instrumen atau alat ukur di seluruh lini kehidupan. Dan intelektual muslimah sebagai pendidik pertama dan utama generasi bangsa didorong untuk memperoleh peran dan kedudukan yang sama persis dengan laki-laki. Ditanamkanlah asumsi bahwa rumah tangga adalah penjara bagi kaum perempuan yang menghalangi kiprahnya di sektor publik dan peran ibu adalah perbudakan. Akibatnya, hanya sedikit perempuan yang tulus melakoni peran sebagai ibu, dan tidak ada yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak. Hal ini telah membawa intelektual muslimah mengabaikan peran keibuan (umamah) dan pengelola rumah tangga (rabbah al-bayt). Padahal peran inilah yang pertama dan utama untuk melahirkan generasi berkualitas. Sistem sosial yang rusak dan ancaman lost generation di depan mata. Perempuan juga harus menanggung hidup yang semakin berat akibat penghapusan berbagai UU yang memberi kekhususan bagi perempuan di tempat kerja, seperti cuti hamil, tidak adanya jam kerja malam dsb.

Ideologi inilah yang hari ini menguasai kehidupan para intelektual di era global, sehingga mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berproses dan melakukan aktualisasi diri secara fitrah, karena dibelenggu oleh tuntutan berpikir secara pragmatis dan instan. Ideologi tersebut dapat tumbuh subur karena menawarkan kemudahan-kemudahan untuk mencapai kebahagiaan semu yang banyak diidam-idamkan oleh manusia. Sistem kapitalistik telah menghancurkan peran utama para intelektual ini dan menjatuhkan kedudukan mereka sekedar sebagai agen ekonomi yang memperkuat bercokolnya para kapitalis. Para intelektual dalam sistem kapitalistik justru dipersiapkan untuk mempersiapkan undang-undang yang melegitimasi sepak terjang para kapitalis untuk merampok kekayaan alam. UU Penanaman modal, UU migas, UU ketenagalistrikan, UU sumber daya air, semua itu adalah hasil karya para intelektual pesanan para kapitalis.

Intelektual dalam sistem kapitalistik juga diarahkan untuk menjadi pemadam kebakaran dari masalah yang terus menerus diproduksi para kapitalis. Mereka diminta untuk mereklamasi lahan bekas tambang, menemukan tanaman yang tahan terhadap pencemaran, menemukan teknik bioenergi terbaik dan berbagai teknologi yang semua itu ada dalam arahan dan dominasi para kapitalis. Kapitalisme telah menjatuhkan pengetahuan dan para pemilik pengetahuan sebagai budak-budak mereka. Dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia misalnya, hampir bisa dipastikan akan semakin banyak mencetak intelektual yang hanya bertindak sebagai buruh-buruh murah bagi mereka. Kapitalisme juga membajak para intelektual untuk menjadi agen-agen asing yang melapangkan jalan disintegrasi bangsa. Dengan dukungan penuh kekuatan para kapitalis dari berbagai lini, negara tak sanggup menghadapi mereka.

Sebenarnya, jumlah total intelektual di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya ribuan, melainkan jutaan, sebanding dengan jutaan permasalahan yang dihadapi oleh umat dewasa ini. Mulai dari problematika yang bersifat ideologis, politis, ekonomis, sosial dan kultur budaya. Sayangnya, semua problematika tersebut tidak secara tuntas dapat teratasi oleh para intelektual yang fitrahnya seharusnya berkompeten mengatasi problematika tersebut. Sebaliknya secara faktual, lahirnya para intelektual ternyata malah melahirkan masalah baru. Mulai dari penipuan, korupsi, pengangguran, pemborosan uang negara, manipulasi penggunaan uang rakyat, hingga penyalagunaan sumber daya alam yang semestinya dapat dikelola dengan optimal melalui pemberdayaan kepakaran kaum intelektual, malah berujung kesengsaraan rakyat dan generasi dalam bentuk ketergantungan bangsa ini terhadap produk luar negeri. Hal yang ironi karena bahan bakunya sangat surplus di Indonesia. Ini benar-benar kesalahan sistemik yang sulit diselesaikan, kecuali dengan metode sistemik pula.

Di sisi lain, kita juga melihat fenomena lebih senangnya para intelektual berkiprah di negara-negara maju dibandingkan mengabdi dan membangun negerinya sendiri dikarenakan masalah pendapatan dan penghargaan yang tak sebanding dengan yang mereka terima jika mereka di luar negeri (LN). Warga negara Indonesia yang mendapat kesempatan bersekolah di LN dengan beasiswa atau berkiprah di sana pada dasarnya adalah SDM terpilih sehingga merupakan asset bangsa. Keunggulan merekalah yang menyebabkan mereka juga mendapat peluang untuk lebih lama di LN dengan tawaran penelitian lanjutan atau bekerja di perusahaan di sana. Betapa banyak dosen dan peneliti yang telah disekolahkan pemerintah, ternyata kemudian lebih senang bekerja di negara tetangga atau negara tempat mereka pernah bersekolah.

Reposisi Peran Intelektual Muslimah
Intelektual muslimah adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Allah menyebut mereka yang menggunakan kecerdasan dan kapabilitas intelektualnya untuk mengambil pelajaran sebagai ulul albab. Allah berfirman :
• Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ulul albab. (QS: Al Baqarah:269)
• Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia (QS: Yusuf:111)
• Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah ulul albab (QS: Ali Imran:7)
• “Katakanlah “Apakah sama, orang¬orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Hanya orang¬orang yang berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran.” (QS. Az-Zumar :9)

Karena ilmu yang dikuasai para intelektual tersebut, Islam memberikan posisi/kemuliaan dibandingkan dengan mereka yang tidak berilmu, selama ilmu itu disandarkan pada keimanan yang benar kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya :

“Allah mengangkat orang ¬ orang yang beriman diantara kalian dan mereka yang diberi ilmu dengan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadalah : 11)

Rasulullah saw juga bersabda:
”Barangsiapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka Allah telah menuntunnya jalan ke surga.”
(HR Muslim)

”Barangsiapa didatangi kematian dimana dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat.”
(HR ad Darimi dan ibn sunni dengan sanad hasan).

Demikianlah, Islam menempatkan para intelektual dalam kedudukan yang sangat mulia –hingga dikatakan bisa bersama dengan para Nabi di surga-, selama mereka melandasi keilmuannya dengan keimanan, dan mempergunakan/mengamalkan ilmunya dalam rangka menghidupkan (syariah) Islam.

Para Intelektual muslimah sudah seharusnya tumbuh dan berkembang di atas pilar aqidah aqliyah, suatu proses pemahaman terhadap alam semesta, manusia dan kehidupannya melalui pemikiran secara utuh dan terintegrasi. Konsep ini harus ditanamkan sejak manusia mengenal dunia pendidikan baik secara formal maupun nonformal. Secara rinci dapat disebutkan bahwa niat untuk menjadi intelektual sudah harus diluruskan sejak awal dan akan secara otomatis terpenuhi, ketika seseorang paham akan posisi dirinya terhadap Sang Pencipta. Keahlian yang diraih melalui proses pembinaan berbasis aqidah dan syariat Islam pasti akan diperuntukkan sesuai tuntutan kompetensi yang diinginkan Islam, yaitu untuk menyelesaikan permasalahan dan mewujudkan kemaslahatan umat. Inilah alasannya, kenapa keahlian harus dibangun di atas pilar aqidah dan syariah Islam. Keahlian yang seperti inilah yang akan mewujudkan umat yang mulia di hadapan Sang Pencipta, yaitu umat yang bertaqwa. Seseorang yang ahli di bidang sains dan teknologi misalnya, harus paham benar untuk apa alam semesta ini diciptakan, apa yang terkandung di dalam alam semesta ini, bagaimana mengeksplorasinya, mengelolanya dengan benar dan memanfaatkannya dengan amanah untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan bekerjasama secara sinergi, melibatkan para ahli dari berbagai bidang minat, akan terciptalah suatu sistem yang berkembang di atas kehidupan yang rahmatan lil’alamin secara global, bukan hanya di Indonesia. Allah menciptakan Islam untuk seluruh umat di dunia, sebagai satu-satunya agama yang telah disempurnakan untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Jadi keahlian yang dikembangkan berbasis pada aqidah dan syariah Islam merupakan jaminan untuk dapat menyelesaikan permasalahan umat sedunia. Visi ini akan terwujud secara riil, ketika pada tataran implementasinya ditopang oleh sistem yang kondusif dan mendunia pula, yaitu sistem kehidupan yang menerapkan syariah kaaffah di bawah naungan daulah khilafah Islamiyah.

Posisi yang harus dipegang oleh para intelektual muslimah adalah sebagai pembimbing dan pemersatu umat untuk mewujudkan bangsanya yang besar, kuat dan terdepan dalam naungan khilafah Islam, bukan mengabdi pada bangsa lain. Umat membutuhkan intelektual yang mampu memetakan potensi dan memberi solusi yang benar untuk memecahkan berbagai persoalan umat. Intelektual yang berani berkorban, berani mengungkapkan kebenaran. Umat membutuhkan intelektual sejati yang memahami ideologi Islam dan menanamkannya ke tengah-tengah umat. Merekalah Intelektual sejati (ulul albab) yang akan menghentikan penjajahan (non fisik) hari ini untuk menyelamatkan generasi sekarang dan di kemudian hari. Mereka adalah orang-orang yang dicirikan dengan karakter-karakter di bawah ini :
1. Bersungguh-sungguh mencari ilmu (QS Ali-Imran:7) dan memikirkan ciptaan Allah (QS Ali Imran:190).
2. Mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik. Kemudian mereka memilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh banyak orang (QS Al-Maidah:100)
3. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukan oleh orang lain. Mereka mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar:18)
4. Menyampaikan ilmunya untuk memperbaiki masyarakatnya, memberikan peringatan kepada masyarakat (QS Ibrahim:52).
5. Tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah (QS Al-Maidah:179 dan Ath-Thalaq:10).

Secara ringkas, agar seorang intelektual muslimah bisa mereposisi perannya menjadi intelektual sejati, maka ada tiga hal yang harus senantiasa melekat pada dirinya:
1. Memiliki keahlian tertentu sesuai dengan bidang yang dikuasainya
2. Memahami realita kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Apa sesungguhnya persoalan-persoalan yang terjadi, mengurainya hingga bisa dipahami akar permasalahan yang sesungguhnya. Untuk itu dia harus memiliki metode berfikir yang benar, yang dia gunakan untuk memahami realitas sesungguhnya, yaitu metode berfikir aqliyah (rasional). Sebaliknya, sekalipun arus di dunia intelektual mengajarkan untuk menjadikan metode berfikir ilmiah sebagai satu-satunya metode berpikir, seorang intelektual muslim sejati akan tetap bisa menempatkan metode berfikir ilmiah sesuai dengan porsinya yang tepat.
3. Memahami ideologi Islam sebagai sumber solusi yang dia gali untuk menyelesaikan semua jenis problematika masyarakat yang dihadapinya. Sehingga pemikiran/ konsep yang disampaikannya tidaklah bersifat praktis dan bertarget pragmatis saja. Tapi harus sampai pada tataran ideologi yang akan membentuk sistem. Dengan kata lain, seorang intelektual muslimah haruslah senantiasa ideologis, tidak a-politis dan tidak membatasi pemikirannya pada satu kebidangan/kepakaran tertentu saja.

Wallahu’alam bishawab

Referensi:
Faizatul Rosyidah, Peran Intelektual Muslimah Dalam Menyelematkan Generasi Dengan Mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Kuat dan Terdepan, 2 Desember 2010

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/12/03/hanya-islam-yang-memuliakan-perempuan/, Hanya Islam yang Memuliakan Perempuan, diakses tanggal 5 Desember 2010

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/12/03/jubir-mhti-iffah-rochmah-kesetaraan-jender-salah-arah/, Kesetaraan Jender Salah Arah, diakses tanggal 5 Desember 2010

Sabtu, 16 Januari 2010, http://masagemilang.blogspot.com/2010/01/narkoba-menjajah-generasi-muda.html, Narkoba Menjajah Generasi Muda, diakses tanggal 5 Desember 2010

Kalimantan-news, Desember, 01 2010, 07:36:04 WIB, Organisasi Wanita Kabupaten Landak Sosialisasikan Bahaya HIV/Aids.

www.kaltimpost.co.id

Baca Selengkapnya......