Jumat, 26 September 2014

Untukmu yang Teristimewa

Untuk kau yang belum bernama 
Ku harapkan Allah akan segera mempertemukan kita dalam ikatan pernikahan yang diridhoi-Nya 
Ku harapkan Allah akan menjadikanmu imam bagi hidupku, 
Melengkapi diriku dalam perjalanan kita bersama menuju keridhoan-Nya 

Untuk kau yang belum bernama 
Selayaknya diriku menjaga hati dan diriku untuk dirimu seorang, 
Begitu pula yang ku harapkan darimu 
Menjaga dirimu dari hal-hal yang akan menjauhkan keridho-an Allah atasmu  

Untuk kau yang belum bernama 
Ku harapkan Allah akan mendidikmu dan diriku sehingga pada waktunya kita dalam keadaan siap berjalan bersama dalam ikatan yang Allah ridhoi untuk menggapai tujuan dunia akhirat kita bersama 
Bersabarlah dalam setiap ujian persiapan ini, 
InsyaAllah kita akan bertemu di waktu dan tempat yang terbaik yang telah dipilihkan Allah untuk kita 

Untuk kau yang belum bernama 
Aku tau kau ada 
Aku ikhlas menerimamu apa adanya 
Karena aku tau kaulah yang terbaik yang dipilihkan Allah untukku 
Aku pun ikhlas jika ternyata Allah meridhoi kita bertemu di Jannah-Nya untuk pertama kali dan selama-lamanya 

Ku titipkan keikhlasan dan kepasrahanku semata kepada-Mu, ya Allah...... 
Aku tau Kau akan selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-hambaMu yang tidak pernah melupakanMu..... 


26 September 2014 
Samarinda, ketika maghrib menjelang.......

Baca Selengkapnya......

Jumat, 10 Februari 2012

Renungan pebruari 2012

Berkunjung ke 2 kota berbeda dalam 4 bulan terakhir memunculkan banyak kekagetan dan pertanyaan. Dua kota spesial dalam hidupku karena berhasil membentuk karakterku yang sekarang, yang jauuh berbeda dari sebelumnya.

Sedih rasanya ketika sahabat-sahabat kita yang sudah begitu lama berjuang bersama, yang bergulat dengan masalah yang sama, namun tiba-tiba kita mendapat kabar bahwa mereka sudah memilih jalan yang berbeda. Membuat kita bertanya, mereka kah yang salah atau sistem harakah ini yang salah?

Kita berada di suatu harakah tentu bukan karena teman kita kebanyakan ada di situ atau karena kita mendapatkan penghargaan atau pun perhatian di sana. Tapi, bukankah karena pemikirannya saja yang membuat kita terikat dengan sebuah jama'ah? Maka ketika sistem harakah tersebut belum lah sempurna adanya karena pelaksananya adalah manusia yang juga tidak sempurna, maka hal tersebut bukanlah menjadi alasan kita untuk mundur atau keluar dari harakah tersebut kan? Bagaimanapun kita sudah melakukan perbandingan dan mendapati satu harakah saja yang memang layak kita ikuti. Maka, langkah selanjutnya adalah berkontribusi di dalamnya termasuk memperbaiki sistem harakahnya jika memang ada yang salah.

Ini adalah proses yang tidak mudah. Sakit hati, kecewa dan putus asa dapat menghantui langkah kita dalam prosesnya. Dan saat itu terjadi, kita memang benar-benar membutuhkan penopang yang kuat yang sanggup membuat kita bertahan di tengah derasnya arus kejumudan dan kebatilan.

Apapun keputusan sahabat-sahabatku, aku hargai dan hormati, dan aku cukup tau diri untuk tidak mempermasalahkannya lebih jauh lagi. Bagaimanapun juga setiap orang punya jalan pikirannya sendiri dan punya pertimbangannya sendiri.

Semoga langkah terbaik lah yang dipilih setiap orang.......

Baca Selengkapnya......

Jumat, 10 Desember 2010

PERAN INTELEKTUAL MUSLIMAH DALAM MENYELAMATKAN GENERASI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI MANDIRI, KUAT DAN TERDEPAN

Oleh: Muriani Emelda Isharyani, ST, MT

Pendahuluan
Kaum intelektual muslimah adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan, baik itu pendidikan yang dimulai dari kandungan sampai dengan pendidikan di perguruan tinggi. Peran kaum intelektual muslimah sangat strategis dalam menentukan nasib bangsa. Merekalah yang mencanangkan tonggak sejarah kehidupan suatu bangsa, merekalah yang mewarnai dan menentukan profil suatu bangsa, sehingga bangsa yang berkepribadian mulia pasti lahir dari komunitas intelektual yang mulia pula.

Untuk mewujudkan bangsa yang berkepribadian mulia, maka para intelektual muslimah mengemban amanah untuk turut serta menyelesaikan problematika masyarakat atau umat, baik dalam posisinya di sektor domestik maupun dalam posisinya di sektor publik. Dalam sektor domestik, intelektual muslimah memiliki kewajiban sebagai seorang ibu yang mengandung dan mendidik anak. Sedangkan dalam sektor publik, seorang intelektual muslimah juga memiliki kewajiban yang tidak mungkin dilakukan di dalam rumah, seperti menuntut ilmu dan dakwah. Juga kegiatan-kegiatan lainnya dalam sektor publik yang memberikan para intelektual muslimah peran penting dalam masyarakat, seperti aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan eksis di dalam perdagangan atau mencari nafkah. Namun, para intelektual muslimah yang seharusnya mengemban amanah menyelesaikan problematika masyarakat atau umat, mulai dibelokkan dari tujuan mulia ini dengan menggiring aktivitasnya untuk kepentingan yang sifatnya personal atau golongan tertentu, yang ujung-ujungnya untuk kemakmuran pribadi. Dampak semua ini adalah sebuah ironi bahwa lahirnya para intelektual muslimah ternyata justru meningkatkan kuantitas dan juga kualitas problematika umat. Gejala pergeseran orientasi peran strategis para intelektual muslimah terhadap keberlangsungan kehidupan dunia ini ternyata tidak hanya terjadi dalam lingkup Samarinda atau Kalimantan Timur ataupun Indonesia, melainkan sudah mendunia. Hal ini dapat kita lihat dari salah satu hasilnya yang berupa makin rusaknya kualitas generasi muda yang terbentuk pada masa sekarang ini, yang dalam makalah ini dibatasi pada ruang lingkup Kalimantan timur dan Indonesia.

Potret Buram Generasi Masa Kini
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia memiliki generasi muda dengan keadaan yang memprihatinkan. Selain terbelit dengan masalah kemiskinan dan putus sekolah, banyak yang terjerat narkoba, perilaku seks bebas hingga terjangkit HIV/AIDS ataupun terlibat dalam kegiatan kriminal lainnya. Padahal sebagian besar generasi muda Indonesia yang bermasalah ini adalah kalangan terpelajar yang telah menempuh pendidikan sedikitnya sampai sekolah menengah. Masalah kemiskinan dalam masyarakat salah satunya terjadi karena sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga memiliki gelar akademik pun tidak menjamin akan mendapat pekerjaan yang layak. Data dari Dirjen Dikti bahkan menyebut angka pengangguran sarjana menunjukkan kecenderungan yang terus naik hingga pada tahun 2008 angka pengangguran di Indonesia sudah mencapai 1,2 juta orang (Kaltim Post, Rabu 11 Maret 2009). Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim hingga Februari 2010 menyebutkan terdapat 10,45% dari jumlah penduduk, belum memiliki pekerjaan. Sementara, jika dilihat dari kelas pendidikan, masih banyak berstandar sekolah dasar yang mencapai 519.642 orang dari total 3,2 juta jiwa penduduk Kaltim. Sedangkan pekerja dengan tingkat pendidikan hingga perguruan tinggi hanya 5,66% (Kaltim Post, Selasa 11 Mei 2010)

Kemiskinan dapat menyebabkan terjebaknya generasi muda pada narkoba sebagai pelarian dari permasalahan hidup yang mereka hadapi. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere mengungkapkan jumlah pecandu narkoba pada survery BNN pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 3,3 juta orang atau 1,99 persen penduduk Indonesia yang terdiri dari dua golongan, yaitu 1,3 juta pelajar atau mahasiswa dan sisanya 2 juta orang bukan pelajar dan mahasiswa (Berita Suara Media, 26 Juni 2010). Bahkan menurut hasil survei oleh BNK Makasar yang menyatakan 75 siswa SD adalah pengguna narkoba (Sabtu, 16 Januari 2010, http://masagemilang.blogspot.com/2010/01/narkoba-menjajah-generasi-muda.html).

Rusaknya generasi ini bertambah lagi dengan adanya budaya permisif yang kemudian menumbuh-suburkan pornografi-pornoaksi yang memicu adanya seks bebas. Sebagaimana data Depkes pada 2002-2003 yang mengungkapkan 60 persen remaja mengaku telah mempraktikkan seks pra nikah (Kaltim Post, 13 April 2010). Hasil yang cukup mengejutkan juga didapat dari hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim terhadap remaja usia 12-21 tahun di Samarinda, Balikpapan, dan Paser, dimana pada tahun 2002 di Balikpapan sekitar 60 dari 300 remaja (20%) dan pada tahun 2009 di Kabupaten Paser sekitar 5% pelajar SMP dan SMA mengaku pernah berhubungan seksual (Kaltim Post, 9 Juni 2010). Juga diketahui dari hasil survei yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kaltim bahwa pada tahun 2009, dari 400 remaja usia sekolah hingga kuliah di Samarinda, 25% sudah pernah berhubungan seksual (Kaltim Post, 2 Desember 2010).

Seks bebas kemudian menyebabkan banyak kasus hamil tak diinginkan. Akibatnya, banyak remaja putri yang melakukan aborsi (2,3 juta kasus per tahun). Seks bebas juga menimbulkan semakin bertambahnya jumlah penderita HIV di Indonesia yang menjadikan laju pertumbuhan penderita kasus HIV/AIDS di Indonesia sebagai yang tercepat di Asia. Dalam setahun diperkirakan terjadi satu juta kasus baru HIV di Indonesia. Tragisnya, 92% diantaranya adalah usia produktif, termasuk anak-anak dan remaja. Sampai bulan September 2009, Kementerian Kesehatan telah melaporkan jumlah penderita AIDS pada anak dibawah 15 tahun telah mencapai 464 anak (Kalimantan-news, 1 Desember 2010, 07:36:04 WIB).

Pergeseran Peran Intelektual Muslimah
Semua masalah yang menimpa generasi muda tersebut baru sebagian kecil dari permasalahan yang menimpa bangsa dan negara ini. Dan permasalahan serupa juga dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Kenapa hal ini bisa terjadi serempak di seluruh dunia dan di seluruh lini kehidupan?

Jawabnya adalah sistem kehidupanlah yang menjadi faktor kuncinya. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di seluruh dunia bersumber dari sekulerisme, yang telah memposisikan agama sebagai suatu ajaran yang harus dijauhkan/dikeluarkan dari siklus kehidupan manusia, menjadikan kebebasan meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan jasadiah menjadi instrumen atau alat ukur di seluruh lini kehidupan. Dan intelektual muslimah sebagai pendidik pertama dan utama generasi bangsa didorong untuk memperoleh peran dan kedudukan yang sama persis dengan laki-laki. Ditanamkanlah asumsi bahwa rumah tangga adalah penjara bagi kaum perempuan yang menghalangi kiprahnya di sektor publik dan peran ibu adalah perbudakan. Akibatnya, hanya sedikit perempuan yang tulus melakoni peran sebagai ibu, dan tidak ada yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak. Hal ini telah membawa intelektual muslimah mengabaikan peran keibuan (umamah) dan pengelola rumah tangga (rabbah al-bayt). Padahal peran inilah yang pertama dan utama untuk melahirkan generasi berkualitas. Sistem sosial yang rusak dan ancaman lost generation di depan mata. Perempuan juga harus menanggung hidup yang semakin berat akibat penghapusan berbagai UU yang memberi kekhususan bagi perempuan di tempat kerja, seperti cuti hamil, tidak adanya jam kerja malam dsb.

Ideologi inilah yang hari ini menguasai kehidupan para intelektual di era global, sehingga mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berproses dan melakukan aktualisasi diri secara fitrah, karena dibelenggu oleh tuntutan berpikir secara pragmatis dan instan. Ideologi tersebut dapat tumbuh subur karena menawarkan kemudahan-kemudahan untuk mencapai kebahagiaan semu yang banyak diidam-idamkan oleh manusia. Sistem kapitalistik telah menghancurkan peran utama para intelektual ini dan menjatuhkan kedudukan mereka sekedar sebagai agen ekonomi yang memperkuat bercokolnya para kapitalis. Para intelektual dalam sistem kapitalistik justru dipersiapkan untuk mempersiapkan undang-undang yang melegitimasi sepak terjang para kapitalis untuk merampok kekayaan alam. UU Penanaman modal, UU migas, UU ketenagalistrikan, UU sumber daya air, semua itu adalah hasil karya para intelektual pesanan para kapitalis.

Intelektual dalam sistem kapitalistik juga diarahkan untuk menjadi pemadam kebakaran dari masalah yang terus menerus diproduksi para kapitalis. Mereka diminta untuk mereklamasi lahan bekas tambang, menemukan tanaman yang tahan terhadap pencemaran, menemukan teknik bioenergi terbaik dan berbagai teknologi yang semua itu ada dalam arahan dan dominasi para kapitalis. Kapitalisme telah menjatuhkan pengetahuan dan para pemilik pengetahuan sebagai budak-budak mereka. Dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia misalnya, hampir bisa dipastikan akan semakin banyak mencetak intelektual yang hanya bertindak sebagai buruh-buruh murah bagi mereka. Kapitalisme juga membajak para intelektual untuk menjadi agen-agen asing yang melapangkan jalan disintegrasi bangsa. Dengan dukungan penuh kekuatan para kapitalis dari berbagai lini, negara tak sanggup menghadapi mereka.

Sebenarnya, jumlah total intelektual di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya ribuan, melainkan jutaan, sebanding dengan jutaan permasalahan yang dihadapi oleh umat dewasa ini. Mulai dari problematika yang bersifat ideologis, politis, ekonomis, sosial dan kultur budaya. Sayangnya, semua problematika tersebut tidak secara tuntas dapat teratasi oleh para intelektual yang fitrahnya seharusnya berkompeten mengatasi problematika tersebut. Sebaliknya secara faktual, lahirnya para intelektual ternyata malah melahirkan masalah baru. Mulai dari penipuan, korupsi, pengangguran, pemborosan uang negara, manipulasi penggunaan uang rakyat, hingga penyalagunaan sumber daya alam yang semestinya dapat dikelola dengan optimal melalui pemberdayaan kepakaran kaum intelektual, malah berujung kesengsaraan rakyat dan generasi dalam bentuk ketergantungan bangsa ini terhadap produk luar negeri. Hal yang ironi karena bahan bakunya sangat surplus di Indonesia. Ini benar-benar kesalahan sistemik yang sulit diselesaikan, kecuali dengan metode sistemik pula.

Di sisi lain, kita juga melihat fenomena lebih senangnya para intelektual berkiprah di negara-negara maju dibandingkan mengabdi dan membangun negerinya sendiri dikarenakan masalah pendapatan dan penghargaan yang tak sebanding dengan yang mereka terima jika mereka di luar negeri (LN). Warga negara Indonesia yang mendapat kesempatan bersekolah di LN dengan beasiswa atau berkiprah di sana pada dasarnya adalah SDM terpilih sehingga merupakan asset bangsa. Keunggulan merekalah yang menyebabkan mereka juga mendapat peluang untuk lebih lama di LN dengan tawaran penelitian lanjutan atau bekerja di perusahaan di sana. Betapa banyak dosen dan peneliti yang telah disekolahkan pemerintah, ternyata kemudian lebih senang bekerja di negara tetangga atau negara tempat mereka pernah bersekolah.

Reposisi Peran Intelektual Muslimah
Intelektual muslimah adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Allah menyebut mereka yang menggunakan kecerdasan dan kapabilitas intelektualnya untuk mengambil pelajaran sebagai ulul albab. Allah berfirman :
• Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakinya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ulul albab. (QS: Al Baqarah:269)
• Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia (QS: Yusuf:111)
• Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah ulul albab (QS: Ali Imran:7)
• “Katakanlah “Apakah sama, orang¬orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Hanya orang¬orang yang berakal sajalah yang bisa mengambil pelajaran.” (QS. Az-Zumar :9)

Karena ilmu yang dikuasai para intelektual tersebut, Islam memberikan posisi/kemuliaan dibandingkan dengan mereka yang tidak berilmu, selama ilmu itu disandarkan pada keimanan yang benar kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya :

“Allah mengangkat orang ¬ orang yang beriman diantara kalian dan mereka yang diberi ilmu dengan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadalah : 11)

Rasulullah saw juga bersabda:
”Barangsiapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka Allah telah menuntunnya jalan ke surga.”
(HR Muslim)

”Barangsiapa didatangi kematian dimana dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat.”
(HR ad Darimi dan ibn sunni dengan sanad hasan).

Demikianlah, Islam menempatkan para intelektual dalam kedudukan yang sangat mulia –hingga dikatakan bisa bersama dengan para Nabi di surga-, selama mereka melandasi keilmuannya dengan keimanan, dan mempergunakan/mengamalkan ilmunya dalam rangka menghidupkan (syariah) Islam.

Para Intelektual muslimah sudah seharusnya tumbuh dan berkembang di atas pilar aqidah aqliyah, suatu proses pemahaman terhadap alam semesta, manusia dan kehidupannya melalui pemikiran secara utuh dan terintegrasi. Konsep ini harus ditanamkan sejak manusia mengenal dunia pendidikan baik secara formal maupun nonformal. Secara rinci dapat disebutkan bahwa niat untuk menjadi intelektual sudah harus diluruskan sejak awal dan akan secara otomatis terpenuhi, ketika seseorang paham akan posisi dirinya terhadap Sang Pencipta. Keahlian yang diraih melalui proses pembinaan berbasis aqidah dan syariat Islam pasti akan diperuntukkan sesuai tuntutan kompetensi yang diinginkan Islam, yaitu untuk menyelesaikan permasalahan dan mewujudkan kemaslahatan umat. Inilah alasannya, kenapa keahlian harus dibangun di atas pilar aqidah dan syariah Islam. Keahlian yang seperti inilah yang akan mewujudkan umat yang mulia di hadapan Sang Pencipta, yaitu umat yang bertaqwa. Seseorang yang ahli di bidang sains dan teknologi misalnya, harus paham benar untuk apa alam semesta ini diciptakan, apa yang terkandung di dalam alam semesta ini, bagaimana mengeksplorasinya, mengelolanya dengan benar dan memanfaatkannya dengan amanah untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan bekerjasama secara sinergi, melibatkan para ahli dari berbagai bidang minat, akan terciptalah suatu sistem yang berkembang di atas kehidupan yang rahmatan lil’alamin secara global, bukan hanya di Indonesia. Allah menciptakan Islam untuk seluruh umat di dunia, sebagai satu-satunya agama yang telah disempurnakan untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Jadi keahlian yang dikembangkan berbasis pada aqidah dan syariah Islam merupakan jaminan untuk dapat menyelesaikan permasalahan umat sedunia. Visi ini akan terwujud secara riil, ketika pada tataran implementasinya ditopang oleh sistem yang kondusif dan mendunia pula, yaitu sistem kehidupan yang menerapkan syariah kaaffah di bawah naungan daulah khilafah Islamiyah.

Posisi yang harus dipegang oleh para intelektual muslimah adalah sebagai pembimbing dan pemersatu umat untuk mewujudkan bangsanya yang besar, kuat dan terdepan dalam naungan khilafah Islam, bukan mengabdi pada bangsa lain. Umat membutuhkan intelektual yang mampu memetakan potensi dan memberi solusi yang benar untuk memecahkan berbagai persoalan umat. Intelektual yang berani berkorban, berani mengungkapkan kebenaran. Umat membutuhkan intelektual sejati yang memahami ideologi Islam dan menanamkannya ke tengah-tengah umat. Merekalah Intelektual sejati (ulul albab) yang akan menghentikan penjajahan (non fisik) hari ini untuk menyelamatkan generasi sekarang dan di kemudian hari. Mereka adalah orang-orang yang dicirikan dengan karakter-karakter di bawah ini :
1. Bersungguh-sungguh mencari ilmu (QS Ali-Imran:7) dan memikirkan ciptaan Allah (QS Ali Imran:190).
2. Mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik. Kemudian mereka memilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh banyak orang (QS Al-Maidah:100)
3. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan, teori, preposisi atau dalil yang dikemukan oleh orang lain. Mereka mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar:18)
4. Menyampaikan ilmunya untuk memperbaiki masyarakatnya, memberikan peringatan kepada masyarakat (QS Ibrahim:52).
5. Tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah (QS Al-Maidah:179 dan Ath-Thalaq:10).

Secara ringkas, agar seorang intelektual muslimah bisa mereposisi perannya menjadi intelektual sejati, maka ada tiga hal yang harus senantiasa melekat pada dirinya:
1. Memiliki keahlian tertentu sesuai dengan bidang yang dikuasainya
2. Memahami realita kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Apa sesungguhnya persoalan-persoalan yang terjadi, mengurainya hingga bisa dipahami akar permasalahan yang sesungguhnya. Untuk itu dia harus memiliki metode berfikir yang benar, yang dia gunakan untuk memahami realitas sesungguhnya, yaitu metode berfikir aqliyah (rasional). Sebaliknya, sekalipun arus di dunia intelektual mengajarkan untuk menjadikan metode berfikir ilmiah sebagai satu-satunya metode berpikir, seorang intelektual muslim sejati akan tetap bisa menempatkan metode berfikir ilmiah sesuai dengan porsinya yang tepat.
3. Memahami ideologi Islam sebagai sumber solusi yang dia gali untuk menyelesaikan semua jenis problematika masyarakat yang dihadapinya. Sehingga pemikiran/ konsep yang disampaikannya tidaklah bersifat praktis dan bertarget pragmatis saja. Tapi harus sampai pada tataran ideologi yang akan membentuk sistem. Dengan kata lain, seorang intelektual muslimah haruslah senantiasa ideologis, tidak a-politis dan tidak membatasi pemikirannya pada satu kebidangan/kepakaran tertentu saja.

Wallahu’alam bishawab

Referensi:
Faizatul Rosyidah, Peran Intelektual Muslimah Dalam Menyelematkan Generasi Dengan Mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Kuat dan Terdepan, 2 Desember 2010

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/12/03/hanya-islam-yang-memuliakan-perempuan/, Hanya Islam yang Memuliakan Perempuan, diakses tanggal 5 Desember 2010

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/12/03/jubir-mhti-iffah-rochmah-kesetaraan-jender-salah-arah/, Kesetaraan Jender Salah Arah, diakses tanggal 5 Desember 2010

Sabtu, 16 Januari 2010, http://masagemilang.blogspot.com/2010/01/narkoba-menjajah-generasi-muda.html, Narkoba Menjajah Generasi Muda, diakses tanggal 5 Desember 2010

Kalimantan-news, Desember, 01 2010, 07:36:04 WIB, Organisasi Wanita Kabupaten Landak Sosialisasikan Bahaya HIV/Aids.

www.kaltimpost.co.id

Baca Selengkapnya......

Sabtu, 04 September 2010

Idul Fitri dan Optimisme Perjuangan Khilafah

Perjuangan Khilafah adalah cita-cita besar yang sangat penting, konsekuensinya tentu membutuhkan kerja yang besar, kecerdasan yang tinggi, pengorbanan yang besar sekaligus kesabaran yang super.

Ramadhan berlalu, umat Islam bersiap-siap menyambut hari besar umat Islam idul Fitri. Hari besar ini sering disebut hari kemenangan dan kegembiran umat Islam. Pertanyaan pentingnya benarkah kita telah meraih kemenangan yang hakiki? Benarkah kita pantas bergembira?

Kita pantas bergembira kalau memang kita benar-benar telah meraih apa yang dimaksudkan oleh Allah SWT dari shaum kita pada bulan Ramadhan yakni ketaqwaan. Inilah alat ukur dari keberhasilan shaum kita, apakah kita semakin bertaqwa atau malah sebaliknya. Ukuran ketaqwaan juga sangat jelas, apakah kita sudah menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan seluruh larangannya atau tidak.

Imam al Hasan al Bashri menjelaskan kepada kita pengertian taqwa dengan gamblang yakni menjaga dari apa-apa yang diharamkan Allah SWT dan melaksanakan segala perintah-Nya. Sementara Ibnu Abbas memberikan substansi taqwa itu dengan sikap khawatir kaum Muslimin dari sanksi (uqubat) yang akan ditimpakan Allah kepadanya (karena perbuatan yang dilakukannya), sekaligus harapan akan rahmat-Nya.

Kalau kita jujur tentu kita akan mengatakan bahwa kita belum benar-benar bertaqwa. Itu artinya, kita belum benar-benar meraih kemenangan dari Ramadhan kita ini. Buktinya masih banyak hukum-hukum Allah SWT yang belum kita terapkan. Padahal kita diperintahkan untuk taat kepada seluruh hukum-hukumnya secara totalitas. Salahsatunya ditegaskan dalam Alquran: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah: 208).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir Juz I dijelaskan makna ayat ini yakni: Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, membenarkan Rasul-Nya: agar mengambil seluruh pegangan Islam dan seluruh syariah, dan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuannya.

Penyebab mendasar tidak diterapkannya seluruh syariah Islam adalah karena kita tidak memiliki institusi politik (negara) ad daulah al Khilafah yang secara formal menerapkan syariah Islam. Tanpa negara Khilafah ini banyak syariah Islam yang tidak kita bisa kita terapkan. Kita memang bisa shalat meski tanpa negara Khilafah, namun tanpa Khilafah kita tidak bisa menghukum orang yang tidak shalat secara terang-terangan. Kita bisa shaum tanpa negara Khilafah, namun kita tidak bisa menghukum orang yang tidak shaum tanpa alasan syar’i.

Tanpa negara Khilafah kita bisa menasihati seseorang agar tidak berzina, tapi siapa yang akan menghukum orang yang berzina kalau tidak ada khilafah? Hukum-hukum yang lain jelas membutuhkan Daulah Khilafah: seperti penetapan mata uang resmi negara dinar dan dirham (yang berdasarkan emas dan perak), pencegahan barang tambang dikuasai oleh asing (swasta) karena merupakan pemilikan umum (al milkiyah al ‘amah), menjalankan politik luar negeri dakwah dan jihad.

Memang memperjuangkan kembalinya Khilafah adalah persoalan yang berat. Tapi itulah konsekuensi dari cita-cita besar yang sangat penting. Tentu membutuhkan kerja yang besar, kecerdasan yang tinggi, pengorbanan yang besar sekaligus kesabaran yang super. Karena itu kita tidak boleh pesimistis apalagi menganggap perjuangan ini utopis. Modal utama dari keberhasilan perjuangan ini adalah keyakinan yang kuat (aqidah Islam).

Kewajiban Khilafah adalah merupakan konsekuensi keimanan, sebab menegakkan syariah Islam adalah wujud keimanan seorang Muslim. Tanpa Khilafah mustahil seluruh syariah Islam diterapkan. Apalagi, tidak akan mungkin Allah SWT mewajibkan kita bersatu dan menegakkan syariah Islam kalau perintah itu tidak mungkin kita laksanakan! Bukankah Allah tidak akan membebani kita dalam perkara-perkara yang memang kita tidak sanggup.

Termasuk keyakinan akan janji kemenangan dari Allah SWT. Dalam QS An Nuur: 55 Allah telah menjanjikan kemenangan ini kepada mereka yang beriman dan beramal shalih. Demikian juga banyak hadits yang menjanjikan akan kembalinya Khilafah ‘ala minhaj an Nubuwah.

Memang orang-orang kafir, musuh-musuh Allah tidak akan diam, mereka akan berbuat makar dengan berbagai cara menghalangi kemenangan ini. Tapi yakinlah mereka tidak akan pernah berhasil. Allah SWT telah memastikan kekalahan mereka dalam firman-Nya: “ Tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-siapa belaka” (TQS al Mu’min: 25). Walhasil marilah kita meraih kemenangan yang hakiki dengan meraih ketaqwaan yang sesungguhnya dalam Idul Fitri ini dengan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah. (Farid Wadjdi)

Sumber: http://farid1924.wordpress.com/2010/08/31/idul-fitri-dan-optimisme-perjuangan-khilafah/#more-431

Baca Selengkapnya......

Universitas Kelas Dunia

Diskusi seputar kualitas perguruan tinggi tidak hanya menarik setiap tahun ajaran baru. Untuk Indonesia yang rasio sarjana ke jumlah penduduk baru 6%, menjadi sarjana masih menjadi cita-cita banyak orang, dan merupakan salah satu cara naik ke jenjang sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

Namun tentu saja cita-cita itu hanya akan terwujud kalau perguruan tinggi yang memberikan gelar sarjana adalah perguruan tinggi yang bermutu. Karena itu, informasi tentang kualitas perguruan tinggi menjadi sangat penting, walaupun orang tetap seharusnya tahu diri, apakah dia memiliki bakat yang dibutuhkan untuk kuliah di perguruan tinggi favorit itu. Ini karena perguruan tinggi yang bermutu biasanya juga diserbu peminat, bahkan dari manca negara. Karena itu, rasio kapasitas dengan peminat serta rasio mahasiswa mancanegara sering dijadikan aspek-aspek yang dinilai dalam pemeringkatan perguruan tinggi, misalnya oleh Academic Ranking of World Universities (ARWU), Times Higher Education (THES), ataupun Webometrics. Aspek penilaian lainnya adalah jumlah paper internasional yang dihasilkan, penyerapan dan persepsi di dunia kerja dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan seperti jumlah dan kualitas dosen, perpustakaan, laboratorium serta sarana informasi dan akses internet.

Para pemeringkat itu kemudian membuat ranking perguruan tinggi sedunia. Terang saja, mayoritas 100 atau 500 perguruan tinggi top di dunia berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang atau Australia. Sebagian kecil ada di Singapura, China, Korea, India atau Malaysia.

Bagaimana seandainya pemeringkatan ini dilakukan seribu tahun yang lalu?

Maka universitas yang paling top di dunia saat itu tak pelak lagi ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Cairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya. Perguruan tinggi di luar Daulah Islam paling-paling hanya ada di Konstantinopel yang saat itu masih menjadi ibukota Romawi Byzantium, di Kaifeng ibu kota China saat itu atau di Nalanda, India. Selain itu, termasuk di Eropa Barat, seribu tahun yang lalu belum ada perguruan tinggi. Di Amerika Serikat apa lagi. Benua itu baru ditemukan tahun 1492.

Sebenarnya di Yunani tahun 387 SM pernah didirikan Universitas oleh Plato, namun pada awal Milenium-1 universitas ini tinggal sejarah. Berikutnya adalah Universitas di Konstantinopel yang berdiri tahun 849 M, meniru universitas di Baghdad dan Cordoba. Universitas tertua di Itali adalah Universitas Bologna berdiri 1088. Universitas Paris dan Oxford berdiri abad ke-11 hingga 12, dan hingga abad-16 buku-buku referensinya masih diimpor dari dunia Islam.

Namun, dari sekian universitas di dunia Islam itu, dua yang tertua dan hingga kini masih ada adalah Universitas al-Karaouiyinne di Fez Maroko dan al-Azhar di Cairo.

Universitas al-Karaouiyinne di Fez – Maroko, menurut Guiness Book of World Record merupakan universitas pertama di dunia secara mutlak yang masih eksis. Kampus legendaris ini awalnya mengambil lokasi di mesjid Al Karaouiyinne yang dibangun tahun 245 H/ 859 M, di kota Fes – Maroko. Universitas ini telah mencetak banyak intelektual Barat seperti, Silvester II, yang menjadi Paus di Vatikan tahun 999 – 1003 M, dan memperkenalkan “angka” arab di Eropa.


Universitas ke dua tertua di dunia adalah al-Azhar yang mulai beroperasi sejak tahun 975 M. Fakultas yang ada waktu itu yang paling terkenal adalah hukum islam, Bahasa Arab, Astronomi, Kedokteran, Filsafat Islam, dan Logika. Universitas al-Azhar didirikan pada 358 H (969 M) oleh penguasa Mesir saat itu, yaitu dinasti Fathimiyah – yang menganut aliran syiah Ismailiyah, sebuah aliran syiah yang oleh kalangan Sunni dianggap sesat karena sangat mengkultuskan Ali dan mencampuradukkan Islam dengan ajaran reinkarnasi.

Ketika tahun 1160 M kekuasaan Fatimiyah digulingkan oleh bani Mameluk yang sunni – sebagai persiapan untuk memukul balik pendudukan tentara Salib di Palestina -, pendidikan al-Azhar yang disubsidi total ini sempat terhenti. Konon di beberapa jurusan yang sensitif syiah, “pause” ini berjalan hingga 17 tahun! Mungkin sebuah cara untuk “memotong generasi”.

Ketika pasukan Mongol menyerang Asia Tengah dan menghancurkan kekuatan kaum muslimin di Andalusia, Al Azhar mernjadi satu-satunya pusat pendidikan bagi para ulama dan intelektual muslim yang terusir dari negeri asal mereka. Para pelajar inilah yang kemudian berjasa mengharumkan nama Al Azhar.

Pada masa dinasti Utsmaniyyah, Al Azhar mampu mandiri, lepas dari subsidi negara karena besarnya dana wakaf dari masyarakat. Wakafnya pun tak main: ada wakaf berupa kebun, jaringan supermarket, armada taksi dan sebagainya.

Kegiatan di Al Azhar sempat terhenti ketika pasukan Prancis di bawah Napoleon Bonaparte mengalahkan Mesir pada tahun 1213 H / 1789 M. Napoleon sendiri menghormati Al Azhar para ulamanya. Bahkan ia membentuk semacam dewan yang terdiri dari sembilan syaikh untuk memerintah Mesir. Namun hal itu tidak menghentikan perang antara kaum muslimin di bawah pimpinan Syaikh Muhamad Al Sadat melawan imperialis Prancis. Melihat situasi waktu itu akhirnya Imam Agung Al Azhar dan para ulama sepakat untuk menutup kegiatan belajar di Al Azhar karena aktivitas jihad fi sabilillah. Tiga tahun setelah pasukan Prancis keluar dari Mesir, barulah Al Azhar kembali dibuka.

Karena itu, jika kembali ke “world-class-university”, sudah selayaknya kita tidak perlu ikut-ikutan pada standar yang ditetapkan Barat. Islam tentu memiliki standar sendiri, seperti apa kualitas manusia yang ingin dicetak oleh sebuah universitas. Mereka tidak cuma harus mumpuni secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalehan sosial dan keberanian dalam menegakkan amar ma’ruf – nahi munkar serta siap mati syahid dalam jihad fii sabilillah.

Sekarang di Indonesia, beberapa IAIN telah diubah menjadi islamic university yang ingin meraih kembali taraf world-class-university seperti di masa peradaban Islam. Di Malaysia bahkan sudah lama berdiri International Islamic University of Malaysia (IIUM). Namun melihat struktur kurikulum dan budaya keilmuan yang ada saat ini, sepertinya masih perlu upaya keras dari para civitas akademika agar upaya itu memang menghasilkan produk kelas dunia yang khas Islam. Bahasa filosofinya, ada “ontologi” dan “epistemologi” Islam di sana. Untuk itu tentu wajib ada dukungan politik Islam yang memadai.

Namun kita tetap optimis. Karena istilah college yang lazim dipakai di Amerika, ternyata diambil dari istilah Arab “kulliyyat” yang artinya merujuk pada sesuatu yang urgen yang harus dimengerti keseluruhan.

Sumber: http://famhar.multiply.com/journal/item/189

Baca Selengkapnya......

Krisis Nuklir Dunia dan Solusinya

Perlombaan senjata nuklir dunia tak pelak menghasilkan persediaan ribuan hulu ledak nuklir, berikut alat dan sistem transportasinya, baik di daratan, lautan, maupun di luar angkasa. Untuk menyembunyikan kebusukannya, AS dan Rusia berpura-pura mengupayakan perdamaian dan keamanan dunia. Sepanjang tahun 70-an, 80-an dan 90-an, mereka mengadakan negosiasi panjang yang bertujuan untuk mengurangi (bukan dimaksudkan untuk mengeliminasi) pertumbuhan senjata nuklir. Sejumlah perjanjian ditandatangani dan direvisi, meski realitas di lapangan menunjukkan adanya berbagai perbedaan dengan apa yang tertulis di atas kertas. Tak mengherankan jika jumlah arsenal nuklir yang ada di bumi ini tidak semakin berkurang, namun justru semakin banyak.

Sejarah berbagai perjanjian nuklir itu menunjukkan dengan sangat jelas bahwa masalah kunci terletak pada implementasi yang jujur, dan fakta bahwa perjanjian-perjanjian tersebut mencerminkan perimbangan kekuatan dunia.

AS sama sekali tidak pernah menghormati komitmen internasional yang mereka sepakati apabila kepentingannya mengarahkan mereka ke tujuan yang lain.

Adapun negara-negara nuklir di luar kelima kekuatan yang disebut di atas—Afrika Utara, Ukraina, Kazakhstan dan Belarusia—semuanya sudah mengembangkan kemampuan nuklirnya sesuai NPT. Selain itu ada pula Israel, India, Pakistan dan Korea Utara. Sementara itu, Barat terus melancarkan tuduhan terhadap Iran.

India dan Israel

India dan Israel sama sekali tidak berpikir untuk mengembangkan kemampuan nuklirnya sesuai NPT. Namun demikian, Barat dan AS khususnya seolah menutup mata terhadap program persenjataan nuklir Israel. Sebaliknya, mereka terus memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Israel, dan tidak pernah meminta—apalagi menekan—Israel untuk bergabung dalam Perjanjian NPT.

Lalu terkait dengan India, AS telah menandatangani sebuah perjanjian kerjasama nuklir meskipun India menolak kesepakatan NPT. AS juga terus mengembangkan kemampuan nuklir dan peluru kendali India.

Langkah ini diambil agar AS dapat memanfaatkan posisi India sebagai saingan utama melawan Cina, meski hubungannya dengan Pakistan terpaksa harus dipertaruhkan. AS berharap mampu merangkul partai berkuasa di India melalui perjanjian kerjasama nuklir, dan menghadapkan India dengan Pakistan.

Di lain pihak, AS sangat berkepentingan membangun sistem persenjataan nuklir India yang berbatasan dengan Cina. Pengembangan sistem persenjataan India ini diyakini akan mampu membuat Cina sibuk menghadapi risiko potensial sehingga mengurangi kemampuan Cina dalam menghalangi kepentingan AS.

Demikianlah, ketika membahas program pengembangan nuklir di Israel dan India, maka yang menjadi pertimbangan strategis adalah kepentingan AS, bukan kepentingan kemanusiaan atau keadilan.

Korea Utara

Besar kemungkinan rezim Korea Utara—yang didukung oleh Cina—akan menerima sebuah penyelesaian sebagai ganti sejumlah jaminan keamanan dan bantuan ekonomi. Cina tidak menghendaki adanya sebuah rezim bersenjata nuklir di perbatasannya. Hal ini mendorong Korea Utara untuk membuat sebuah penyelesaian damai bagi program pengembangan nuklirnya.

Pakistan

Berbeda dengan India, Pakistan dipandang oleh pemerintah AS sebagai negara yang tidak bertanggung jawab dalam program nuklirnya antara lain dengan tudingan jual-beli nuklir ilegal. Hal ini menjadi alasan bagi pemerintah AS untuk mengakhiri kerjasama pengembangan nuklir dengan Pakistan. AS juga membangun opini tentang adanya ancaman potensial jika bom-bom nuklir Pakistan jatuh ke pihak yang disebut AS sebagai kelompok militan.

Ketika Cina dan Pakistan mengumumkan kerjasama mereka untuk membangun dua reaktor nuklir di Pakistan pada akhir April 2010 lalu, AS menyatakan protes kerasnya, dan menuduh Cina telah melanggar kewajibannya dalam Perjanjian NPT. Demikianlah, secara efektif AS menggunakan segala cara untuk melucuti kemampuan nuklir Pakistan.

Iran

Aktivitas nuklir Iran dimulai sejak masa Shah Iran, ketika pemerintah Iran bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan Prancis dan Jerman. Iran telah menandatangani NPT pada tahun 1970. Setelah Revolusi 1979, rezim Iran menghentikan program nuklirnya hingga Presiden Rafsanjani memulainya lagi pada pertengahan 1990-an. Pada tahun 1995, pemerintah Iran menjalin kerjasama dengan Rusia yang menyelesaikan pembangunan instalasi nuklir yang ditinggalkan perusahaan-perusahaan Eropa.

Krisis nuklir antara Iran dan Eropa bermula pada tahun 2003, ketika tokoh-tokoh oposisi Iran melancarkan tuduhan bahwa Iran tidak melaporkan aktivitas dan instalasi nuklir rahasia kepada IAEA. Pada 23 Desember 2006, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 1737. Selama itu, AS tidak ikut campur dalam pembicaraan dengan Iran, hingga ia terjun dalam persoalan tersebut setelah resolusi ini keluar. AS bersama negara-negara Eropa (5 anggota tetap DK PBB) dan Jerman bertugas mencari penyelesaian dalam kasus tersebut. Negara-negara Eropa, plus Israel, terus berusaha melibatkan AS dalam persoalan nuklir Iran ini, karena mereka merasa tidak mampu menyelesaikannya sendiri.

AS meminta Turki dan Brazil sebagai perantara untuk mendapatkan kompromi. Pada saat-saat akhir, Iran setuju dengan inisiatif Turki dan Brazil yang didukung AS untuk melaksanakan proses pengayaan lanjutan di luar Iran, yaitu di Turki, dan menandatangani perjanjian di Teheran pada tanggal 7 Mei 2010.

Ketika negara-negara Eropa dan Israel menganggap bahwa kesepakatan tersebut hanyalah pura-pura saja, AS segera mengenakan serangkaian sanksi baru yang akhirnya disetujui oleh DK PBB dengan resolusi no. 1929 pada tanggal 9 Juni 2010.

Demikianlah, pola itu berlangsung berulang-ulang: tiap kali Eropa dan Israel memanaskan suasana, AS akan terjun untuk mendinginkan krisis tersebut untuk menghindari penggunaan serangan militer sebagai bentuk sanksi terhadap Iran.

Kepentingan AS

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Eropa dan Israel ingin menyelesaikan kasus nuklir Iran secara langsung dengan serangan militer atas fasilitas nuklir Iran, atau paling tidak mengenakan sanksi yang mampu melumpuhkan kekuatannya. Di pihak lain, AS ingin menyelesaikan krisis dengan tingkat intensitas yang rendah, yang diselesaikan dengan sanksi-sanksi yang bersifat umum, yang dikenakan setelah melewati pembicaraan yang panjang.

AS ingin memperpanjang krisis nuklir Iran karena sejumlah alasan, yaitu:

1. Ingin menggunakan ancaman nuklir Iran sebagai alasan untuk menebarkan misil-misil AS yang berbasis di Eropa (Polandia, Cekoslovakia), untuk mengepung Rusia dengan sistem rudal mutakhir yang mampu mencapai pedalaman Rusia. Hal ini juga membuat Eropa tetap berada di bawah payung perlindungan AS dari ancaman potensial yang berasal dari Iran dan Korea Utara.

2. Agar dapat menggunakan Iran sebagai ancaman yang menakutkan negara-negara Teluk sehingga negara-negara tersebut berada dalam kondisi tidak stabil. Hal ini akan menyebabkan AS mempunyai argumentasi untuk memperluas jaringan pangkalan-pangkalan militernya di wilayah tersebut semata-mata karena menghadapi ancaman dari Iran. Sebagaimana diketahui, di wilayah tersebut terdapat tiga negara penghasil minyak terbesar di dunia: Arab Saudi, Kuwait dan Iran. Langkah politik tersebut akan memberikan jaminan bagi AS agar dapat mengontrol wilayah kaya minyak tersebut sehingga membuat AS dapat mengontrol kondisi perekonomian global.

3. Sebagai pihak yang berperan sebagai penentu sanksi atas Iran, AS dapat menunjukkan citranya sebagai pemimpin yang “bijaksana”, meski sesungguhnya AS hanya mengelola/memperpanjang krisis tanpa sedikit pun niat bersikap “lemah-lembut”. Demikianlah cara AS “melipat karpet” dari bawah Eropa maupun Israel.

Telah tampak jelas bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir berusaha memonopoli senjata nuklir, berikut teknologi yang terkait dengannya, dan membatasi penggunaannya hanya untuk mereka. Amerika, melalui berbagai strategi penyesatannya, mengadakan sejumlah pertemuan dan konvensi, seperti pertemuan tingkat tinggi tentang keamanan nuklir yang diadakan di Washington pada tanggal 13 April 2010. Empat puluh tujuh negara berkumpul bersama mendiskusikan apa yang disebut sebagai keamanan nuklir internasional di balik upaya organisasi-organisasi teroris untuk mendapatkan material nuklir.

AS juga berusaha memperlihatkan upaya serius untuk menciptakan dunia yang bebas senjata nuklir. Obama, misalnya, menandatangani Perjanjian START II di Praha pada tanggal 8 April 2010 bersama Presiden Rusia Medvedev, dengan tujuan untuk menyampaikan pesan kepada dunia bahwa kedua bangsa itu berkomitmen untuk mengurangi secara drastis hulu ledak nuklir yang mereka miliki, diperkuat dengan opini media yang menyebarluaskan informasi tentang bahaya senjata nuklir.

Tujuan diadakannya pertemuan tingkat tinggi itu bukanlah untuk menghapuskan senjata nuklir, tetapi untuk mencegah pengembangannya. Meski demikian, kita melihat kemudian pertunjukan standar ganda AS ketika berurusan dengan India dan Israel.

Pertemuan itu juga untuk mencegah penyebaran dan perbanyakan (proliferasi) uranium yang diperkaya berikut teknologinya ke negara-negara yang tidak diizinkan untuk memilikinya. Walhasil, pertemuan tingkat tinggi itu tidak lebih merupakan sebuah upaya konsolidasi monopoli senjata nuklir untuk mengokohkan kolonialisme poros-poros kekuatan dunia terhadap negara-negara lain.

Pandangan Hizbut Tahrir

Pandangan Hizbut Tahrir adalah pandangan Islami yang digali dari nash-nash syariah. Di antara pandangan itu adalah:

1. Tujuan jihad dalam Islam adalah untuk membangkitkan manusia dengan menyebarluaskan Islam kepada umat manusia, dan bukan dimaksudkan untuk membasmi atau menghancurkan manusia.

a. Islam adalah risalah dari Allah SWT yang diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia (QS al-Anbiya’: 107)

Dalam Islam haram melukai warga sipil, merusak pepohonan, dan menghancurkan bangunan (HR Abu Dawud dari Anas bin Malik)

b. Ketika Khalifah Abu Bakar ra memberangkatkan sebuah pasukan ke Suriah, beliau berpesan kepada komandan pasukan, “Saya menasihati engkau dengan sepuluh perintah: jangan membunuh wanita, anak, atau orang tua; jangan memotong pohon berbuah; jangan menghancurkan rumah; jangan membunuh hewan (domba atau unta), kecuali untuk (tujuan) makan; jangan membakar pohon palem dan menebangnya; jangan mencuri; jangan pengecut.” (HR Malik).

c. Semua dalil di atas bertolak belakang dengan politik perang dengan cara pemusnahan umat manusia dan menghasilkan kehancuran yang bersifat massal sebagaimana halnya senjata nuklir. Karena itu, membuat senjata nuklir pada asalnya merupakan perkara yang haram.

2. Namun, ketika satu atau lebih dari satu negara memiliki sistem persenjataan yang sangat mematikan, seperti senjata nuklir, sedangkan kemungkinan penggunaannya semakin meningkat, maka wajib bagi Negara Islam untuk berupaya memiliki sistem persenjataan yang sama (QS al-Baqarah [2]: 194; QS an-Nahl [16]: 126).

Karena itu, Negara Islam diwajibkan memiliki senjata nuklir, jika musuh-musuhnya juga memiliki senjata nuklir.

3. Allah SWT memerintahkan kita untuk mempersiapkan kekuatan maksimal yang kita miliki untuk menggentarkan orang-orang yang memusuhi kita (QS al-Anfal [8]: 60). Jika musuh memiliki senjata nuklir maka mereka tidak akan merasa gentar berhadapan dengan Negara Islam, kecuali bila Negara Islam memiliki senjata nuklir pula.

Islam melarang Negara Islam menandatangani Perjanjian NPT yang membolehkan negara lain memiliki senjata nuklir. Namun, Islam membolehkan penandatanganan perjanjian-perjanjian yang diarahkan untuk menghapuskan senjata nuklir. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah berbuat madarat dan hal yang menimbulkan madarat.”

Kami berpendapat itulah tugas yang diemban oleh sebuah negara yang seharusnya menaungi kaum Muslim; negara yang berani berdiri tegak di hadapan negara-negara yang memiliki senjata nuklir; negara yang mampu memaksakan pemboikotan terhadap negara-negara tersebut hingga mereka menghancurkan dan menghapuskan senjata-senjata pemusnah massal semacam itu.

Inilah pendapat Hizbut Tahrir mengenai persoalan Krisis Nuklir Internasional; dan inilah pandangan Negara Islam, Khilafah Rasyidah yang akan tegak dengan izin Allah SWT.

Sumber:http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/31/krisis-nuklir-dunia-dan-solusinya/

Baca Selengkapnya......

Rabu, 25 Agustus 2010

Dr. Ir. Imaduddin Abdulrahim

Bang Imad, begitu dia biasa disapa. Namanya sangat tidak asing lagi bagi para intelektual Muslim di Indonesia. Kiprahnya dalam dunia dakwah di kampus sangat fenomenal. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia. Banyak mahasiswa dan sarjana berubah pikiran setelah mendengar ceramah Bang Imad atau membaca tulisannya.

Bang Imad! Nama lengkapnya adalah Muhammad Imaduddin Abdulrahim. Ia lahir di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, pada 21 April 1931/ 3 Zulhijjah 1349H. Ayahnya, Haji Abdulrahim, adalah seorang ulama yang juga tokohMasyumi di Sumatera Utara. Sedangkan ibunya, Syaifiatul Akmal, seorangwanita yang merupakan cucu dari sekretaris Sultan Langkat.

Bang Imad dibesarkan dalam tradisi pendidikan Islam yang kuat. Sejak kecil ayahnya sendiri yang langsung mengajarnya al-Qur’an, berupa tajwid dan tafsir setiap usai shalat subuh.Dalam mengkaji al-Qur’an, ayahnya sering menyelipkan berbagai cerita tentang tokoh-tokoh besar Islam. Cara itu sangat membekas dalam diri Bang Imad, sehingga membentuk semangat perjuangan Islam. Ayahnya juga menyediakan banyak buku dan majalah keislaman di rumah sebagai sumber bacaan baginya. Sementara ibunya berulang-ulang mengingatkan, “Imaduddin” itu berarti ‘penegak tiang agama’. Ia mengingatkan, agar anaknya selalu menegakkan shalat.

Didikan kuat sejak kecil, berbekas dalam diri Imaduddin, sehingga tidaklah mengherankan, sedari muda Imaduddin telah memiliki ghirah keislaman yang menyala-nyala. Semangat ini kemudian membawanya berkecimpung dalam berbagai kegiatan dakwah dan perjuangan Islam.
Meskipun aktif dalam kegiatan Islam sejak muda, Imaduddin tidak meneruskan pendidikannya dalam bidang ilmu-ilmu keislaman. Ia justru memilih kuliahTeknik Elektro di ITB. Pilihan ini didukung oleh ketekunan dan kecerdasannya semasa di bangku sekolah.Sejak HIS hingga SMA ia selalu berusaha menjadi yang terbaik di kelasnya. Demikianlah yang diajarkan ayahnya untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqulkhairat).

Meskipun belajar di perguruan tinggi secular, semangat perjuangan Islam Bang Imad bukannya luntur, tapi malah semakin membara. Begitu diterima sebagai mahasiswa, ia langsung bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandung dan menggalakkan kegiatan mengkaji al-Qur’an dan tafsirnya di kalangan para aktivis.

Tahun 1963 Bang Imad berangkat keluar negeri melanjutkan S2-nya di Iowa State University, Ames, Iowa, AmerikaSerikat. Tahun 1965 iamenyelesaikan S2-nya dan langsung melanjutkan S3-nya di Chicago. Baru dua bulan di Chicago Bang Imad mendapat kabar tentang terjadinya pemberontakan PKI. Beberapa diindikasikan terlibat sehingga terjadi penangkapan terhadap sejumlah dosen ITB. Akibatnya, terjadi kekosongan pengajar di berbagai jurusan. Bang Imad kemudian diminta pulang untuk membantu mengatasi kelangkaan pengajar tersebut. Sebagai aktivis, Bang Imad memberanikan diri menjadi dosen Agama Islam, disamping juga mengajar pada mata kuliah lain di DepartemenTeknik Elektro.

Konsistensinya dengan ajaran Tauhid membuatnya tidak segan-segan mengritik hal-hal yang dirasanya tidak sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Termasuk pihak penguasa, tak luput dari kritik kerasnya. Tidak mengherankan banyak orang menganggap dirinya sebagai tokoh garis keras. Buku Tauhid yang dikarang oleh Bang Imad, telah menginspirasi ribuan generasi muda Muslim di Indonesia.

Tanggal 23 Mei 1978, seusai memberikan ceramah di Masjid Salman ITB, sekelompok orang berpakaian preman datang kerumahnya. Ia lalu dijebloskan ke penjara di samping Taman Mini Indonesia Indah, selama empat bulan. Akhirnya, Prof. Dr. Dodi Tisna Amidjaya dating, meminta kepada Pengkopkamtib Sudomo, waktu itu, agar membebaskan Bang Imad.

Kiprah Bang Imad dalam dakwah sampai menembus dunia internasional. Ia aktif di lembaga-lembaga International Islamic Federation of Student Organization (IIFSO) danWorld Assembly Moslem Youth (WAMY).

Tahun 1970, setelah hubungan Indonesia dengan Malaysia kembali normal, Bang Imad menjadi dosen tamu di Universitas Teknologi Malaysia. Di sini, ia terus menggalakkan dakwah. Saat merancang kurikulum, ia sengaja memasukkan pelajaran agama sebagai mata kuliah wajib agar mahasiswa yang dibentuk di sana bukan hanya menguasai sains modern tetapi juga memahami agama dengan baik.

Mulanya hal ini ditentang oleh rektor karena tidak masuk dalam program pemerintah. Namun Bang Imad bersikeras dan mengancam pulang ke Indonesia jika usulannya ditolak. Dalam kuliah pertama yang juga dihadiri rektor, dosen, dan mahasiswa, Bang Imad meyakinkan bahwa agama Islam tidak bertentangan dengan sains dan teknologi. Ceramah ini ditanggapi positif dan menginspirasi banyak orang Malaysia.

Kuliah-kuliah yang disampaikan Bang Imad ternyata member kesan yang dalam bagi mahasiswa dan dosen, sehingga beberapa di antaranya meminta Bang Imad membuat pelatihan sejenis Latihan Mujahid Dakwah (LMD) sebagaimana yang pernah dilakukannya di ITB. Jika di Indonesia, pelatihan ini diberi nama LMD, di Malaysia pelatihan ini digelari LatihanTauhid. Peserta pelatihan ini diwajibkan membawa al-Qur’an ke kampus. Pelatihan ini membawa perubahan besar di kalangan mahasiswa Malaysia. Sebagaicontoh, mahasiswa yang sebelumnya merasa malu membawa al-Qur’an dan membungkusnya kedalam majalah, setelah pelatihan ini menjadi bangga membawa al-Qur’an ke kampus.

Meskipun sempat tertunda, Bang Imad akhirnya meraih Doktor Filsafat Teknik Industri dan Engineering Valuation dari Iowa State University. Jasanya dalam dunia dakwah sangatlah besar. Pada 2 Agustus 2008, Bang Imad dipanggil Allah SWT. Bang Imad telah berjasa besar dalam upaya mendekatkan antara sains dengan Islam, antara pribadi saintis Muslim dengan Islam itu sendiri. Bang Imad telah melakukan rintisan besar dalam dunia dakwah di kampus.

Generasi berikutnya berkewajiban melanjutkan perjuangannya. (Oleh: Hidayat, M.T., Wendi Zarman, M.Si., Peneliti PIMPIN (InstitutPemikiran Islam dan Pembangunan Insan, Bandung)

Baca Selengkapnya......